Kopi Sianida
Mirna
Kopi Sianida Mirna Memang berita Yang Sangat Heboh
Liputan6.com, Jakarta - Nama Amir tiba-tiba mencuat dalam kasus kopi sianida Wayan Mirna
Salihin. Pria yang berprofesi sebagai wartawan itu mengaku-ngaku sebagai
anggota kepolisian Mabes Polri, dan mengatakan kepada Kafe Olivier bahwa salah
satu karyawannya terlibat dalam pembunuhan Mirna.
Aksi Amir terbongkar setelah Manajer Kafe Olivier,
Devi, menelepon kepolisian mengenai keberadaan Amir di kafe tersebut.
Selain cerita soal Amir, dalam sidang pembunuhan
di Pengadilan Jakarta Pusat dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso terungkap
kondisi jasad Mirna saat pertama diotopsi. Kemudian ada pula penjelasan dari
ahli soal perbedaan heroin dan sianida.
Ayah
mendiang Wayan Mirna Salihin, Darmawan Salihin, mengungkap seorang pria yang
menyebut ada keterlibatan pihak Kafe Olivier dalam peristiwa tewasnya Mirna
Salihin. Bahkan pria tersebut menuding barista Rangga menerima Rp 140 juta dari
pembunuhan tersebut.
Pria tersebut diketahui bernama Amir. Dia adalah
seorang wartawan, tapi mengaku sebagai anggota kepolisian dari Mabes Polri.
Amir kini mendekam sel tahanan Polda Metro Jaya setelah penyidik Subdit
Jatanras menerima pesan dari Olivier.
Aksi Amir terbongkar setelah Manajer Kafe Olivier,
Devi, menelepon kepolisian mengenai keberadaan Amir di kafe tersebut.
"Ini waktu kejadian, pada saat di TKP (Tempat
Kejadian Perkara), Devi telepon ke polisi. Bilang begini 'Pak ini ada orang
ngaku dari Mabes. Apa betul? Karena di sini ada orang saya nerima duit Rp 140
juta menurut dia'," ungkap Darmawan menirukan ucapan Devi, saat ditemui di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (3/8/2016), sebelum persidangan dengan
terdakwa Jessica Kumala Wongso.
Hasil penyelidikan pihak kepolisian, motif Amir
menuding pihak kafe bersekongkol dalam kematian Mirna adalah untuk memeras kafe
tersebut. Namun pihak kafe tidak mudah percaya dan segera melaporkan kepada
pihak kepolisian.
"Pas ditangkap Jatanras, dia (Amir) bilang
'Enggak tuh. Saya cuma bercanda'. Dia bilang iseng, enggak ada duit," kata
Darmawan.
Meski demikian, polisi tidak melanjutkan proses
hukum Amir. Karena dia belum menerima duit dari korban yang jadi sasaran
pemerasan.
"Karena belum terima duit dari Olivier, ya
enggak bisa (diproses). Tapi sudah dicatat (polisi)," tutur Darmawan.
Selain itu, ia yakin barista Rangga yang dituduh
meracuni Mirna dan menerima Rp 140 juta tidak bersalah.
"Dia (Amir) bikin ngarang-ngarang. Ini
rekening Rangga. Dia enggak punya rekening lain. Ada enggak (saldo) 140
juta?" tanya Darmawan sambil menunjukkan fotokopi rekening bank Rangga.
"Ini buku tabungan dan KTP asli. Lihat ya,
ini (punya) Rangga. Bukan jin atau setan," sambung Darmawan.
Persidangan pembunuhan Wayan Mirna Salihin
dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso kembali dilanjutkan. Agendanya adalah
mendengarkan keterangan ahli forensik yang mengautopsi jasad Wayan Mirna
Salihin.
Ahli yang dihadirkan adalah dokter forensik dari Rumah Sakit Pusat Bhayangkara Raden Said Sukanto, Kramatjati, Jakarta Timur, dr Slamet Poernomo.
Kepada hakim, Slamet menuturkan bahwa dirinya diminta bantuan oleh penyidik kepolisian untuk mengautopsi jasad Wayan Mirna Salihin, 9 Januari 2016, tengah malam, atau tiga hari setelah Mirna tewas usai menyeruput es kopi Vietnam di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat.
"Kami diminta penyidik untuk pengambilan sampel toksikologi," kata Slamet di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kemayoran, Jakarta, Rabu (3/8/2016).
Autopsi dilakukan sekitar pukul 23.30 WIB hingga 01.00 WIB, Sabtu 10 Januari 2016. dr Slamet tidak sendiri. Dia bersama dokter forensik lainnya, yaitu dr Arif Wahyono. Jasad Mirna saat itu dalam kondisi sudah diawetkan dan sudah dirias.
Ahli yang dihadirkan adalah dokter forensik dari Rumah Sakit Pusat Bhayangkara Raden Said Sukanto, Kramatjati, Jakarta Timur, dr Slamet Poernomo.
Kepada hakim, Slamet menuturkan bahwa dirinya diminta bantuan oleh penyidik kepolisian untuk mengautopsi jasad Wayan Mirna Salihin, 9 Januari 2016, tengah malam, atau tiga hari setelah Mirna tewas usai menyeruput es kopi Vietnam di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat.
"Kami diminta penyidik untuk pengambilan sampel toksikologi," kata Slamet di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kemayoran, Jakarta, Rabu (3/8/2016).
Autopsi dilakukan sekitar pukul 23.30 WIB hingga 01.00 WIB, Sabtu 10 Januari 2016. dr Slamet tidak sendiri. Dia bersama dokter forensik lainnya, yaitu dr Arif Wahyono. Jasad Mirna saat itu dalam kondisi sudah diawetkan dan sudah dirias.
Bercak Hitam
Sampel toksikologi tersebut diambil dari isi lambung, empedu, urine, dan hati. Slamet menemukan ada yang tidak biasa dari lambung Mirna.
"Kami lihat dari daerah luar bercak berwarna hitam, seharusnya lambung berwarna putih, tapi ini berwarna kehitaman, terutama di bagian bawahnya," beber Slamet.
"Kami dapatkan bahwa lapisan terluar atau lapisan dalam itu sudah rusak, sudah mengalami iritasi," dia menambahkan.
Belajar dari pengalaman autopsi, kerusakan lambung tersebut diakibatkan benda-benda yang bersifat korosif atau merusak jaringan tubuh.
"Pada waktu itu kita belum bisa menyebut zat-zat itu apa, asam atau basa yang kuat. Biasanya berupa sianida, arsen, bisa juga H2SO4 atau asam sulfat," kata Slamet.
Sampel toksikologi tersebut diambil dari isi lambung, empedu, urine, dan hati. Slamet menemukan ada yang tidak biasa dari lambung Mirna.
"Kami lihat dari daerah luar bercak berwarna hitam, seharusnya lambung berwarna putih, tapi ini berwarna kehitaman, terutama di bagian bawahnya," beber Slamet.
"Kami dapatkan bahwa lapisan terluar atau lapisan dalam itu sudah rusak, sudah mengalami iritasi," dia menambahkan.
Belajar dari pengalaman autopsi, kerusakan lambung tersebut diakibatkan benda-benda yang bersifat korosif atau merusak jaringan tubuh.
"Pada waktu itu kita belum bisa menyebut zat-zat itu apa, asam atau basa yang kuat. Biasanya berupa sianida, arsen, bisa juga H2SO4 atau asam sulfat," kata Slamet.
Majelis Hakim sidang pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso menghadirkan ahli forensik. Dia adalah
Dokter Spesialis Forensik RS Polri Kramatjati, dr Slamet Purnomo.
Dalam keterangannya, dr Slamet mengungkapkan
salah satu efek bila seseorang menelan racun sianida adalah tidak mengeluarkan
busa dari mulut. Padahal, saat Mirna pingsan usai minum kopi, sejumlah saksi
mengaku melihat busa keluar dari mulutnya.
"Sianida tidak
mengeluarkan busa. Ada cairan buih yang keluar dari mulut tapi tidak berupa
busa," jelas Slamet.
Kemudian, penasihat hukum Jessica Wongso,
Otto Hasibuan bertanya, "Bagaimana kalau seseorang meninggal dunia karena
menelan ekstasi atau heroin dalam jumlah banyak?"
"Kalau meninggal karena heroin bisa
mengeluarkan busa karena paru-paru membengkak," jawab Slamet.
Saat memeriksa jasad Mirna, Slamet mengambil
sampel dari lambung, empedu, urine, dan hati Mirna. Dari sampel itu ditemukan
adanya yang tidak biasa.
"Kami lihat dari daerah luar bercak
berwarna hitam, seharusnya lambung berwarna putih, tapi ini berwarna kehitaman,
terutama di bagian bawahnya," beber Slamet.
"Kami dapatkan bahwa lapisan terluar
atau lapisan dalam itu sudah rusak, sudah mengalami iritasi," dia
menambahkan.
Belajar dari pengalaman autopsi, kerusakan
lambung tersebut diakibatkan benda-benda yang bersifat korosif atau merusak
jaringan tubuh. "Pada waktu itu kita belum bisa menyebut zat-zat itu apa,
asam atau basa yang kuat. Biasanya berupa sianida, arsen, bisa juga H2SO4 atau asam
sulfat," kata Slamet.